Tampilkan postingan dengan label Sektor Pendidikan Pangkal Kelemahan Bangsa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sektor Pendidikan Pangkal Kelemahan Bangsa. Tampilkan semua postingan

Rabu, 31 Oktober 2012

Sektor Pendidikan Pangkal Kelemahan Bangsa??


Pendidikan informal berperan besar dalam membentuk karakter anak. Keluarga secara dini meng-‘indoktrinasi’, lewat dongeng dan contoh kepemimpinan nyata, tentang kejujuran, moral yang tinggi dan penghormatan kepada tradisi dan orang yang lebih tua. Keluarga juga membekali anak dengan agama sebagai tuntunan hidup, ilmu pengetahuan sebagai pegangan hidup dan seni untuk menghaluskan budi pekerti.
Di Indonesia dewasa ini, hanya sedikit orang tua yang masih bisa menerapkan tradisi itu. Suami-istri yang sibuk mencari nafkah hampir tak ada waktu untuk berpetatah-petitih. Sebagai penebus kurangnya waktu bersama, anak lebih sering dibawa ke pusat perbelanjaan dan hiburan. Jadi ada pihak ketiga, bukan hanya orang tua dan anak.
Anak dengan pola asuh serupa itu, disadari atau tidak, memperoleh pengajaran yang bersifat konsumtif. Jauh dari pengisian relung kalbu yang diperlukan dalam menghadapi kehidupan yang penuh akal bulus atas nama peluang bisnis.
Celakanya lagi, pengajaran di sekolah nyaris tak diwarnai hubungan dari hati ke hati murid dengan guru. Banyak yang terhenyak ketika pendidik dengan jujur menyatakan, kehidupan murid di luar sekolah bukan lagi tanggung jawab guru. Pernyataan itu memang relatif benar namun sebenarnya bisa saja aktifitas guru melampaui pagar sekolah.
Romo Sis dari Jalan Dempo
Salah satu contoh adalah Romo Emmanuel Siswanto, pendidik di SMAK St Albertus di Jalan Dempo, Malang. Disiplin, namun penuh kasih. Namanya begitu melegenda.
Peristiwa yang sering diceritakan. Dia, dengan mengendarai Vespa, kerap mendatangi murid yang sudah beberapa hari tidak sekolah. Kalau ketahuan tidak sakit, maka Romo Sis akan menunggu muridnya mandi, berpakaian dan membawanya ke sekolah.
Berkat kedisplinan, kehangatan dan kasih sayang, Romo Sis dinilai tak hanya menjadi pendidik tetapi juga sahabat bagi murid-muridnya. Perilakunya menimbulkan kesan mendalam.
Antrean kendaraan sepanjang tujuh kilometer terjadi ketika jenazahnya disemayamkan di pekuburan Sukun. Puluhan ribu murid, alumni dan sejawatnya merasa kehilangan pendidik yang unik ini.
Memang, setiap pendidik memiliki pola mendidik dan sifat pribadi yang berbeda, namun perbedaan itu dapat dijembatani dengan dedikasi. Hambatan merealisasikan dedikasi dapat diatasi jika disadari pekerjaan mendidik itu bukan hanya memperoleh gaji, namun juga pahala, bekal di akherat kelak.
Perubahan kurikulum
Dalam beberapa waktu terakhir, santer terdengar bakal ada perubahan kurikulum. Kurikulum pendidikan nasional selama ini dianggap terlalu banyak menekankan pada kompetensi pengetahuan dan kemampuan, tetapi kurang dalam akhlak dan budi pekerti. Dampaknya dapat dilihat sekarang. Moralitas generasi muda merosot, mereka juga tak malu korupsi. Yang lebih memilukan, murid SMA tak sungkan melukai bahkan membunuh.
Pemerintah akan membuat sendiri kurikulum untuk tingkat SD sampai SMA itu. Produk baru ini akan diuji sebelum Februari 2013 dan akan diterapkan pada tahun ajaran 2013-2014 yang dimulai April tahun depan.
Perubahan tersebut seperti dipaksakan karena waktunya sudah mepet, padahal merupakan kerja besar karena mengharuskan peningkatan kompetensi jutaan guru serta pencetakan buku-buku baru. Apalagi tahun berikutnya bakal ada pergantian pemerintahan, hingga kemungkinan kurikulum berubah lagi.
Meskipun begitu tak dapat dipungkiri perkembangan di kalangan generasi muda akhir-akhir ini memang sangat menyedihkan. Moralitas generasi muda merosot, mereka juga tak malu korupsi. Banyak di antara mereka mencandu narkotika, terkena HIV/AIDS.
Bila melihat semuanya itu, memang harus ada perubahan namun mengapa para perencana sebelumnya tidak memperhitungkan bakal terjadi ketidakseimbangan? Rasanya tidak mungkin terlewatkan sebab mereka adalah tokoh-tokoh berpengalaman dengan sedikitnya tiga gelar akademis. Kalau begitu mengapa selalu begini?
Kita khawatir ada pihak-pihak tertentu yang ingin pendidikan nasional terseok-seok. Dimulai dari pemberlakuan bea masuk bagi buku-buku impor, lalu kenaikan anggaran belanja pendidikan yang merangkak seperti bayi dan isu kurikulum yang tiada henti.
===================================================
Ingin dapat Uang Gratis????
Klik Gambar di bawah ini dan ikuti petunjuknya!