Ar-Rahman dan Ar-Rahim adalah dua sifat Allah Ta’ala, dan juga merupakan nama dari nama-namanya yang mulia, yang diambil dari kata rahmat dengan bentuk mubalaghah. Ar-Rahman lebih kuat maknanya dari Ar-Rahim, karena Ar- Rahman bermakna memiliki kasih sayang yang meliputi semua makhluk di dunia, dan bagi mukminin di akhirat. Sedangkan Ar-Rahim bermakna memiliki kasih sayang bagi mukminin pada Hari Kiamat. Ini adalah pendapat sebagian besar ulama. Karena rahmatnya yang tak terhitunglah kita dapat melakukan hal yang sesuai dengan yang kita inginkan. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman dalam surat Fathir : 2 yang artinya : “Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.” (Fathir : 2)
Syaikh As-Syinqiti Rahimahullah berkata, “Rahmat yang disebutkan dalam ayat adalah kasih sayang Allah berupa nikmat-nikmat dunia dan akhirat secara umum bagi siapa saja yang ia kasihi dari makhluknya, seperti rahmat hujan, sebagaimana firman Allah, “Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu,” dan firman-Nya, “Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan) (Al-A’raf:57),”
Rahmat yang meliputi segala sesuatu ini adalah rahmat yang umum, jadi tidak satupun makhluk yang terlepas dari rahmatnya di dunia dan akhirat. Adapun di dunia rahmatnya meliputi semua makhluknya dalam bentuk dan takaran yang sudah ditetapkan. Namun, di akhirat tidak ada satupun azab kecuali Allah yang berkuasa atasnya, dan rahmat yang Allah yang ditetapkan untuk orang bertakwa adalah rahmat yang khusus, sebagaimana firman-Nya, ” Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa.” Maknanya, rahmat yang bersifat khusus bukan untuk semuanya, namun rahmat Allah itu tidak berujung karena sifat kasih sayang-Nya yang tak terbatas, dan rahmat Allah tak berkurang sedikitpun, sebagaimana tidak berkurang dari hikmah dan kuasa-Nya sedikitpun.
Kita adalah hamba Allah yang dituntut untuk menebarkan kasih sayang pada sesama kita dan sesama makhluk dengan banyak sebab, diantaranya karena hal tersebut adalah perintah Allah, maka wajib bagi kita untuk melaksanakannya sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam saat beliau di atas mimbar, "Kasihilah niscaya kalian akan dikasihi, maafkanlah niscaya Allah akan mengampuni kalian. Kecelakaanlah bagi al-aqma' al-qaul (yakni mereka yang memiliki telinga seperti corong, mereka mendengarkan perkataan yang benar dari lubang yang satu, kemudian keluar lewat lubang yang lain). Dan Kecelakaanlah bagi para penggambar atas apa yang mereka perbuat, padahal mereka mengetahuinya.” (HR. Ahmad dan Thabarani dengan sanadnya)
Diantara sebab lainnya kita diwajibkan berkasih sayang adalah karena kita diciptakan dengan tabiat yang baik ini, dan Allah telah menetapkan orang-orang yang merahmati kita, dan dia jualah yang merahmati kita di dunia dan akhirat. Diriwayatkan oleh Amr bin Ash Radhiyallahu Anhu dengan hadist yang marfu’, "Orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Ar-Rahman. Karena itu berkasih sayanglah kepada siapapun yang ada dibumi, niscaya Yang ada di langit akan mengasihi kalian.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Hakim. Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih) Adapun bentuk-bentuk rahmat Allah Ta’ala adalah:
- Allah menciptakan makhluk-Nya dengan bentuk terbaik, memuliakan dan melebihkan anak cucu Adam dari makhluk-makhluk-Nya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (At-Tin:4)
- Allah menanggung rezeki hamba-hamba-Nya, karena itu tidak ada seorangpun yang menanggung orang lain, Allah lah yang menanggung rezeki semuanya. Tidak ada anak yang ditanggung oleh orangtuanya dan sebaliknya. Bahkan, semuanya di bawah keutamaan, kemurahan, dan kebaikannya. Allah berfirman, “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Ankabut:60)
- Allah menundukkan untuk kita apa yang ada di langit dan di bumi semuanya untuk memberikan maslahat kita dan mengatur kehidupan kita. Allah berfirman, “Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya…”(An-Nahl:12) dan firman-Nya, “Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk (Nya). Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit, dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Ar-Rahman:10-13),
- Allah mengutus para Rasul yang membawa berita gembira dan peringatan, mereka mengenalkan kepada makhluk akan Tuhan mereka, menyeru hamba untuk beribadah kepada-Nya dan mengikhlaskan beragama pada ajaran yang diridhai-Nyap, mengajarkan kebenaran kepada mereka, dan memperingati mereka jalan kebatilan dan kesesatan. Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama) Nya dan Rasul-Rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.” (Al-Hadid:25)
- Allah mengutus penghulu orang-orang pertama dan terakhir, imam orang-orang bertakwa, Muhammad bin Abdullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang risalahnya merupakan rahmat bagi seluruh alam, dan Kitab yang diturunkan kepadanya merupakan peringatan bagi seluruh alam. Allah berfirman, “Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (Al-Furqan:1) Dan dalam Shahih Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Demi Allah yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah seorang laki-laki yang mendengarku dari umat Yahudi dan Nasrani kemudian ia tidak beriman kepadaku kecuali ia akan masuk neraka.” Allah menurunkan kepada hamba-hamba-Nya syariat yang sempurna ini dari asasnya, peraturannya, nilainya, dan akhlaknya. Syariat ini adalah syariat yang sempurna, menyeluruh, cocok dan tepat pada setiap zaman dan generasi manusia. Allah berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agama bagimu.” (Al-Maaidah:3) ]
- Allah mengirim bagi makhluk-Nya rahmat yang sangat luas dan menyeluruh. Rahmat bagi mukminin di dunia dan di akhirat. Juga rahmat bagi selain mukmin di dunia, yang dengannya mereka bersenang-senang dengan kelezatan dunia dan tidak mendapat bagian lagi di akhirat. Adapun kaum mukminin, maka rahmat bagi meraka diperoleh di dunia dan akhirat. Allah berfirman, “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (Al-A’raf: 156)
- Allah mengirimkan rahmat seorang laki-laki pilihan, Al-Musthafa, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sosok lelaki yang telah dikabarkan oleh berita-berita yang mutawatir dan disaksikan pula yang dan yang dekat. Allah berfirman, “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, yang terasa olehnya beratnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dan amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah:128)
Di antara bentuk-bentuk rahmat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah sebagai berikut :
- Berkaitan dengan musuhnya. Ketika beliau mengajak orang-orang Thaif memeluk Islam, mereka menjawabnya dengan jawaban yang jelek dengan menghina beliau dengan perlakuan buruk orang-orang bodoh diantara mereka, sehingga Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar dari kota tersebut sedang kedua kakinya yang mulia berlumuran darah. Lalu Allah mengutus kepadanya malaikat penjaga gunung yang siap mengerjakan apapun yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Malaikat itu berkata kepada beliau, ”Jika kamu mau niscaya aku akan timpakan kepada mereka dua gunung (gunung yang mengelilingi Makkah).” Beliau menjawab, “Jangan kamu lakukan itu, mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari keturunan mereka orang-orang yang menyembah Allah.”
- Berkaitan dengan orang yang tidak paham agamanya. Suatu ketika, seorang Arab Badui buang air kecil di masjid. Para sahabat berang dan ingin memukulinya, namun Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang mereka sampai orang tersebut menyelesaikan hajatnya. Kemudian beliau datang membawa timba besar berisi air lalu menuangkan di tempat kencing Arab Badui tersebut, lalu beliau bersabda kepada para sahabatnya, “Hanya saja aku diutus untuk mempermudah dan tidak diutus untuk mempersulit. Maka, permudahlah dan jangan mempersulit, dan gembirakanlah dan jangan membuat orang menjauh.” Dan beliau bersabda kepada Arab Badui, “Sesungguhnya masjid ini dibangun untuk berdzikir kepada Allah dan tempat shalat.” Arab Badui itu berkata, “Demi bapak dan ibuku, Rasulullah tidak mencelahku dan memperlakukanku dengan kejam”.
- Berkaitan dengan Arab Badui yang tidak mengerti sopan santun dalam Islam. Suatu ketika, beliau didatangi salah satu dari mereka dengan berkata, “Wahai Muhammad” seraya meletakkan tangannya di pundak Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, lalu beliau menoleh kepadanya dengan senyuman. Dan di lain kesempatan dengan orang yang berbeda, Rasulullah meminjam kepadanya suatu pinjaman, namun Arab Badui tersebut datang sebelum janji yang ditetapkan dengan berkata, ”Wahai Muhammad, bayar hutangmu, sesungguhnya kalian Bani Muthalib kaum yang suka menunda pembayaran utang.” Para sahabat marah dan ingin memukulnya, namun Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarangnya kemudian bersabda, “Sesungguhnya pemilik (pinjaman) punya hak bicara”.
- Berkatan dengan kaum mukminin. Diriwayatkan oleh Malik bin Huwairist Radhiyallahu Anhu ia berkata, "Kami datang menemui Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, saat itu kami adalah para pemuda yang usianya sebaya. Maka kami tinggal bersama beliau selama dua puluh hari dua puluh malam. Beliau adalah seorang yang sangat penuh kasih dan lembut. Ketika beliau menganggap bahwa kami telah ingin, atau merindukan keluarga kami, beliau bertanya kepada kami tentang orang yang kami tinggalkan. Maka kami pun mengabarkannya kepada beliau. Kemudian beliau bersabda, "Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan perintahkan (untuk shalat)." Beliau lantas menyebutkan sesuatu yang aku pernah ingat lalu lupa. Beliau mengatakan, "Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat. Maka jika waktu shalat sudah tiba, hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan, dan hendaklah yang menjadi Imam adalah yang paling tua di antara kalian." (HR. Al-Jamaah)
- Berkaitan dengan kepemimpinan umat. Sesungguhnya pemimpin umat Islam dituntut untuk merahmati rakyatnya, diantaranya doa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “"Ya Allah, siapa saja yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan umatku lalu dia mempersulit urusan mereka, maka persulitlah dia. Dan siapa yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan umatku lalu dia berusaha menolong mereka, maka tolong pulalah dia." (HR.Muttafaq Alaihi).
Para pemimpin dari Salafussaleh mereka memeriksa keadaan umat bukan untuk memata-matai dan mengekang mereka. Atau memberikan rasa takut dalam hati-hati mereka, sampai-sampai ketakutan itu di tempat makan, minum, dan tempat tidur mereka, sebagaimana yang terjadi di sebagian besar negeri kita, negara ketiga. Akan tetapi, mereka memeriksa keadaan umat agar dapat meringankan penderitaan mereka.
Bagaimana seorang hamba mencapai derajat penebar rahmat?
- Memahami makna hidup. Hidup ini selalu terjadi perubahan dari satu keadaan kepada keadaan lain, sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).” Suatu keadaan kepada keadaan lain terus berbeda dan berputar, kaya setelah miskin dan sebaliknya, sehat setelah sakit dan sebaliknya. Suatu keadaan tidak akan abadi. Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Wahai Tuhan Yang memiliki segala kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau tidak kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu lah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Ali Imran:26)
- Biasakan untuk menebar kasih sayang. Seorang laki-laki datang kepada Rasululullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengadukan akan kerasnya hatinya, maka Nabi bersabda kepadanya, “Usaplah kepala anak yatim, dan beri makanlah orang miskin.”
- Meyakini akan adanya balasan bagi setiap perbuatan. Hendaklah terpatri di kepala kita akan perkara ganjaran, sebagimana jika kita berbuat durhaka maka kita akan didurhakai, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, ”Barangsiapa meringankan satu kesusahan seorang Muslim di dunia, maka Allah akan meringankan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada Hari Kiamat.”
- Memuliakan orang yang lebih tua. Seorang pemuda yang memuliakan orang yang sudah tua karena umurnya, Allah akan menetapkan baginya orang yang memuliakannya di masa tuanya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Berbaktilah kepada orang tua kalian niscaya anak-anak kalian akan berbakti pada kalian.”Alkisah, orang-orang melihat seorang laki-laki memukul ayahnya di pasar, maka mereka berkumpul untuk meleraikannya. Namun ayah tersebut berkata kepada mereka, “Biarkanlah anakku memukulku, karena aku pernah memukul bapaknya di bagian ini. Maka Allah menguasakan anakku melakukan itu kepadaku setelah aku melakukannya.”
- Bertakwa kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya seorang Muslim dituntut bersifat rahmat dan saling mengasihi, sesuai dengan kemampuannnya dalam bersabar dan lemah lembut. Hendaklah ia pertama kali memperlakukan keluarganya dengan baik, setelah itu kepada bawahannya, tetangganya, lingkungannya, dan pegawainya. Janganlah ia menjadi penyebab istrinya menjadi pembangkang, anak-anaknya menjadi pendurhaka, tetangganya menjadi pengganggu, bawahannya menjadi penentang, dan manusia semuanya mengucilkan dan memusuhinya
Daftar Pustaka :
- Dari Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
b