PEMBINAAN
PENDIDIKAN KARAKTER
DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
BAGIAN II
PENDIDIKAN KARAKTER
SECARA TERPADU DALAM
PEMBELAJARAN
BAB
I
PENGERTIAN
PENDIDIKAN KARAKTER
SECARA
TERPADU DALAM
PROSES PEMBELAJARAN
A.
Pengertian Pendidikan Karakter secara Terintegrasi di
Dalam Proses Pembelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan
karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan
nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan
penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari
melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas
pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk
menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga
dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal,
menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Dalam struktur kurikulum kita,
ada dua mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembanngan budi pekerti
dan akhlak mulia, yaitu pendidikan Agama dan PKn. Kedua mata pelajaran tersebut
merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan
nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan
menginternalisasi nilai-nilai. Pada
panduan ini, integrasi pendidikan karakter pada mata-mata pelajaran
selain pendidikan Agama dan PKn yang dimaksud lebih pada fasilitasi
internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses
pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Pengenalan
nilai-nilai sebagai pengetahuan melalui bahan-bahan ajar tetap diperkenankan,
tetapi bukan merupakan penekanan. Yang ditekankan atau diutamakan adalah
penginternalisasian nilai-nilai melalui kegiatan-kegiatan di dalam proses
pembelajaran.
B.
Nilai-nilai Karakter untuk Siswa
Pada Bagian I telah disebutkan
bahwa telah teridentifikasi 80 butir karakter yang terbagi menjadi lima
kategori. Walaupun idealnya semua nilai tersebut diinternalisasikan pada
peserta didik melalui proses pembelajaran, karena jumlahnya besar,
memfasilitasi internalisasi semua nilai tersebut secara eksplisit menjadi sangat berat. Oleh karena itu sekolah dapat
mengidentifikasi nilai-nilai utama sebagai fokus
internalisasi. Nilai-nilai yang
dijadikan fokus tersebut dapat berupa nilai-nilai yang secara nasional dan/atau universal (lintas agama/keyakinan dan lintas
bangsa/ras/etnis) dianut. Nilai-nilai lainnya dapat terinternalisasikan secara
otomatis sebagai akibat iringan/ikutan dari proses internalisasi nilai-nilai utama tersebut.
Penekanan internalisasi
nilai-nilai utama tertentu pada pendidikan
karakter telah dianut oleh sejumlah negara. Australia, misalnya, melalui Values Education yang dikembangkannya
menekankan pada diperkenalkan, disadari, dan diinternalisasinya sembilan
karakter utama, yaitu:
1.
Care and compassion
2.
Doing your best
3.
Fair go
4.
Freedom
5.
Honesty and trustworthiness
6.
Integrity
7.
Respect
8.
Responsibility
9.
Understanding, tolerance, and inclusion
Berikut merupakan contoh nilai-nilai
karakter yang dapat dijadikan sekolah sebagai nilai-nilai utama yang
diambil/disarikan dari butir-butir SKL dan mata pelajaran-mata pelajaran SMP
yang ditargetkan untuk diinternalisasi oleh siswa:
1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
a.
Religius
2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri
a.
Jujur
b.
Bertanggung jawab
c.
Bergaya hidup sehat
d.
Disiplin
e.
Kerja keras
f.
Percaya diri
g.
Berjiwa wirausaha
h.
Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
i.
Mandiri
j.
Ingin tahu
k.
Cinta ilmu
3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
a.
Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
b.
Patuh pada aturan-aturan sosial
c.
Menghargai
karya dan prestasi orang lain
d.
Santun
e.
Demokratis
4. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan
a.
Peduli sosial dan lingkungan
5. Nilai kebangsaan
a.
Nasionalis
b. Menghargai
keberagaman
C.
Distribusi
Butir-butir Karakter Utama ke Dalam Mata Pelajaran
Pada Bagian I disebutkan bahwa
ada banyak nilai yang perlu ditanamkan pada siswa. Apabila semua nilai tersebut harus ditanamkan dengan
intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, penanaman nilai menjadi sangat berat. Oleh karena itu perlu dipilih sejumlah nilai utama sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai
lainnya. Selain itu, untuk membantu fokus penanaman nilai-nilai utama tersebut, nilai-nilai tersebut perlu dipilah-pilah
atau dikelompokkan untuk kemudian diintegrasikan pada mata pelajaran-mata
pelajaran yang paling cocok. Dengan kata lain, tidak setiap mata pelajaran
diberi integrasi semua butir nilai tetapi beberapa nilai utama saja walaupun
tidak berarti bahwa nilai-nilai yang lain tersebut tidak diperkenankan
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran tersebut. Dengan demikian setiap mata
pelajaran memfokuskan pada penanaman
nilai-nilai utama tertentu yang paling dekat
dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Tabel 1.1 menyajikan
contoh distribusi nilai-nilai utama ke dalam mata pelajaran.
Tabel 1.1. Contoh Distribusi Nilai-Nilai Utama ke Dalam Mata Pelajaran
Mata
Pelajaran
|
Nilai
Utama
|
1. Pendidikan Agama
|
Religius, jujur, santun, disiplin, bertanggung jawab, cinta ilmu, ingin
tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan social, bergaya
hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, peduli
|
2. PKn
|
Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai
keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
|
3. Bahasa Indonesia
|
Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif,
percaya diri, bertanggung jawab, ingin tahu, santun, nasionalis
|
4. IPS
|
Nasionalis, menghargai keberagaman, Berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif, peduli social dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja keras
|
5. IPA
|
ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman,
disiplin, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan, cinta ilmu
|
6. Bahasa Inggris
|
Menghargai
keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerjasama, patuh
pada aturan sosial
|
7. Seni Budaya
|
Menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya
orang lain, ingin tahu,
jujur, disiplin, demokratis
|
8. Penjasorkes
|
Bergaya
hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri,
mandiri, menghargai karya dan prestasi orang lain
|
9. TIK/Keterampilan
|
Berpikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai karya
orang lain
|
10. Muatan Lokal
|
Menghargai keberagaman,
menghargai karya orang lain, nasionalis, peduli
|
BAB II
PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER SECARA TERINTEGRASI DI
DALAM PROSES PEMBELAJARAN
Integrasi pendidikan karakter
di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Di antara
prinsip-prinsip yang dapat diadopsi dalam membuat perencanaan pembelajaran
(merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian dalam silabus, RPP, dan bahan
ajar), melaksanakan proses pembelajaran, dan evaluasi adalah prinsip-prinsip
pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) yang selama ini telah diperkenalkan kepada guru,
termasuk guru-guru SMP seluruh Indonesia sejak 2002. Prinsip-prinsip tersebut secara
singkat dijelaskan berikut ini.
1.
Konstruktivisme
(Constructivism)
Konstrukstivisme adalah teori belajar yang menyatakan
bahwa orang menyusun atau membangun pemahaman mereka dari pengalaman-pengalaman
baru berdasarkan pengetahuan awal dan kepercayaan mereka. Seorang guru perlu mempelajari budaya,
pengalaman hidup dan pengetahuan, kemudian menyusun pengalaman belajar yang
memberi siswa kesempatan baru untuk memperdalam pengetahuan tersebut.
Pemahaman konsep yang mendalam dikembangkan melalui
pengalaman-pengalaman belajar autentik dan bermakna yang mana guru mengajukan
pertanyaan kepada siswa untuk mendorong aktivitas berpikirnya. Pembelajaran
hendaknya dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui
keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan,
bukan guru. Pembelajaran dirancang dalam bentuk siswa bekerja, praktik
mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan,
mendemonstrasikan, menciptakan gagasan, dan sebagainya.
Tugas guru dalam pembelajaran konstruktivis adalah
memfasilitasi proses pembelajaran dengan:
(a)
menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
(b)
memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya
sendiri,
(c)
menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri
dalam belajar.
2.
Bertanya
(Questioning)
Penggunaan pertanyaan untuk menuntun berpikir siswa lebih
baik daripada sekedar memberi siswa informasi untuk memperdalam pemahaman
siswa. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang fenomena, belajar bagaimana
menyusun pertanyaan yang dapat diuji, dan belajar untuk saling bertanya tentang
bukti, interpretasi, dan penjelasan. Pertanyaan digunakan guru untuk mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya
berguna untuk:
(a)
menggali informasi, baik teknis maupun akademis
(b)
mengecek pemahaman siswa
(c)
membangkitkan respon siswa
(d) mengetahui
sejauh mana keingintahuan siswa
(e)
mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
(f)
memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki
guru
(g)
menyegarkan kembali pengetahuan siswa
3.
Inkuiri
(Inquiry)
Inkuiri adalah proses perpindahan dari pengamatan menjadi
pemahaman, yang diawali dengan pengamatan dari pertanyaan yang muncul. Jawaban
pertanyaan-pertanyaan tersebut didapat melalui siklus menyusun dugaan, menyusun
hipotesis, mengembangkan cara pengujian hipotesis, membuat pengamatan lebih
jauh, dan menyusun teori serta konsep yang berdasar pada data dan pengetahuan.
Di dalam pembelajaran berdasarkan inkuiri, siswa belajar
menggunakan keterampilan berpikir kritis saat mereka berdiskusi dan
menganalisis bukti, mengevaluasi ide dan proposisi, merefleksi validitas data,
memproses, membuat kesimpulan. Kemudian menentukan bagaimana mempresentasikan
dan menjelaskan penemuannya, dan menghubungkan ide-ide atau teori untuk
mendapatkan konsep.
Langkah-langkah kegiatan inkuiri:
a)
merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
b)
Mengamati atau melakukan observasi
c)
Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain
d)
Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada
pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain
4.
Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Masyarakat
belajar adalah sekelompok siswa yang terikat dalam kegiatan belajar agar
terjadi proses belajar lebih dalam. Semua siswa harus mempunyai kesempatan
untuk bicara dan berbagi ide, mendengarkan ide siswa lain dengan cermat, dan
bekerjasama untuk membangun pengetahuan dengan teman di dalam kelompoknya.
Konsep ini didasarkan pada ide bahwa belajar secara bersama lebih baik daripada
belajar secara individual.
Masyarakat
belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seseorang yang
terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan
oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari
teman belajarnya. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi jika tidak ada pihak
yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk
bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu. Semua pihak mau saling
mendengarkan.
Praktik
masyarakat belajar terwujud dalam:
(a)
Pembentukan kelompok kecil
(b)
Pembentukan kelompok besar
(c)
Mendatangkan ‘ahli’ ke kelas (tokoh, olahragawan, dokter,
petani, polisi, dan lainnya)
(d) Bekerja
dengan kelas sederajat
(e)
Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
(f)
Bekerja dengan masyarakat
5.
Pemodelan
(Modeling)
Pemodelan adalah proses penampilan suatu contoh agar
orang lain berpikir, bekerja, dan belajar. Pemodelan tidak jarang memerlukan
siswa untuk berpikir dengan mengeluarkan suara keras dan mendemonstrasikan apa
yang akan dikerjakan siswa. Pada saat pembelajaran, sering guru memodelkan
bagaimana agar siswa belajar. Guru menunjukkan bagaimana melakukan sesuatu untuk mempelajari sesuatu yang baru. Guru
bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.
Contoh praktik pemodelan di kelas:
a)
Guru olah raga memberi contoh berenang gaya kupu-kupu di
hadapan siswa
b)
Guru PPKN mendatangkan seorang veteran kemerdekaan ke
kelas, lalu siswa diminta bertanya jawab dengan tokoh tersebut
c)
Guru Geografi menunjukkan peta jadi yang dapat digunakan
sebagai contoh siswa dalam merancang peta daerahnya
d)
Guru Biologi mendemonstrasikan penggunaan thermometer
suhu badan
6.
Refleksi
(Reflection)
Refleksi memungkinkan cara berpikir tentang apa yang
telah siswa pelajari dan untuk membantu siswa menggambarkan makna personal
siswa sendiri. Di dalam refleksi, siswa menelaah suatu kejadian, kegiatan, dan
pengalaman serta berpikir tentang apa yang siswa pelajari, bagaimana merasakan,
dan bagaimana siswa menggunakan pengetahuan baru tersebut. Refleksi dapat
ditulis di dalam jurnal, bisa terjadi melalui diskusi, atau merupakan kegiatan
kreatif seperti menulis puisi atau membuat karya seni.
Realisasi refleksi dapat diterapkan, misalnya pada akhir
pembelajaran guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Hal
ini dapat berupa:
(a)
pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh siswa
hari ini
(b)
catatan atau jurnal di buku siswa
(c)
kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari ini
(d) diskusi
(e)
hasil karya
7.
Penilaian
Autentik (Authentic Assessment)
Penilaian autentik sesungguhnya adalah suatu
istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian
alternatif. Berbagai metode tersebut memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan
kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas, memecahkan masalah, atau
mengekspresikan pengetahuannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat
ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah. Berbagai simulasi
tersebut semestinya dapat mengekspresikan prestasi (performance) yang
ditemui di dalam praktek dunia nyata seperti tempat kerja. Penilaian autentik
seharusnya dapat menjelaskan bagaimana siswa menyelesaikan masalah dan
dimungkinkan memiliki lebih dari satu solusi yang benar. Strategi penilaian
yang cocok dengan kriteria yang dimaksudkan adalah suatu kombinasi dari
beberapa teknik penilaian.
Berikut adalah deskripsi
singkat cara integrasi yang dimaksudkan.
A.
Perencanaan Pembelajaran
Pada tahap ini silabus, RPP,
dan bahan ajar disusun. Baik silabus, RPP, dan bahan ajar dirancang agar muatan
maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi/berwawasan pendidikan karakter.
Cara yang mudah untuk membuat silabus, RPP, dan bahan ajar yang berwawasan
pendidikan karakter adalah dengan mengadaptasi silabus, RPP, dan bahan ajar
yang telah dibuat/ada dengan menambahkan/mengadaptasi kegiatan pembelajaran
yang bersifat memfasilitasi dikenalnya nilai-nilai, disadarinya pentingnya
nilai-nilai, dan diinternalisasinya nilai-nilai. Berikut adalah contoh model
silabus, RPP, dan bahan ajar yang telah mengintegrasikan pendidikan karakter ke
dalamnya.
1.
Silabus
Silabus dikembangkan dengan
rujukan utama Standar Isi (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006). Silabus memuat
SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar
yang dirumuskan di dalam silabus pada dasarnya ditujukan untuk memfasilitasi
peserta didik menguasai SK/KD. Agar juga memfasilitasi terjadinya pembelajaran
yang membantu peserta didik mengembangkan karakter, setidak-tidaknya perlu dilakukan
perubahan pada tiga komponen silabus berikut:
a.
Penambahan dan/atau modifikasi kegiatan
pembelajaran sehingga ada kegiatan pembelajaran yang mengembangkan karakter
b.
Penambahan dan/atau modifikasi indikator
pencapaian sehingga ada indicator yang terkait dengan pencapaian
peserta didik dalam hal karakter
c.
Penambahan dan/atau modifikasi
teknik penilaian sehingga ada teknik penilaian yang dapat mengembangkan dan/atau mengukur perkembangan karakter
Penambahan dan/atau adaptasi
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan teknik penilaian harus
memperhatikan kesesuaiannya dengan SK dan KD yang harus dicapai oleh peserta
didik. Kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, dan teknik penilaian yang
ditambahkan dan/atau hasil modifikasi tersebut harus bersifat lebih memperkuat
pencapaian SK dan KD tetapi sekaligus mengembangkan karakter. Contoh model
silabus yang dimaksud dapat dilihat pada Lampiran
1.
2.
RPP
RPP disusun berdasarkan silabus
yang telah dikembangkan oleh sekolah. RPP secara umum tersusun atas SK, KD,
tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkah
pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian. Seperti yang terumuskan pada
silabus, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran,
langkah-langkah pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian yang dikembangkan
di dalam RPP pada dasarnya dipilih untuk menciptakan proses pembelajaran untuk
mencapai SK dan KD. Oleh karena itu, agar RPP memberi petunjuk pada guru dalam
menciptakan pembelajaran yang berwawasan pada pengembangan karakter, RPP
tersebut perlu diadaptasi. Seperti pada adaptasi terhadap silabus, adaptasi
yang dimaksud antara lain meliputi:
a.
Penambahan dan/atau modifikasi
kegiatan pembelajaran sehingga ada kegiatan pembelajaran yang mengembangkan karakter
b.
Penambahan dan/atau modifikasi
indikator pencapaian sehingga ada indicator yang terkait dengan pencapaian peserta didik dalam hal karakter
c.
Penambahan dan/atau modifikasi
teknik penilaian sehingga ada teknik penilaian yang dapat mengembangkan dan/atau mengukur perkembangan karakter
Contoh model RPP dapat dilihat
pada Lampiran 2.
3.
Bahan/buku ajar
Bahan/buku ajar merupakan
komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya
terjadi pada proses pembelajaran. Banyak
guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan penyajian dan
kegiatan-kegiatan pembelajaran (task)
yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang
berarti.
Melalui program Buku Sekolah
Elektronik (BSE) atau buku murah, dewasa ini Depdiknas telah membeli hak cipta
sejumlah buku ajar dari hampir semua mata pelajaran yang telah memenuhi
kelayakan pemakaian berdasarkan penilaian BSNP dari para penulis. Guru
dianjurkan menggunakan buku-buku tersebut dalam proses pembelajaran. Untuk
membantu sekolah mengadakan buku-buku tersebut, pemerintah telah memberikan BOS
Buku kepada sekolah.
Walaupun buku-buku tersebut
telah memenuhi sejumlah kriteria kelayakan - yaitu kelayakan isi, penyajian,
bahasa, dan grafika – bahan-bahan ajar tersebut masih belum secara memadai mengintegrasikan
pendidikan karakter di dalamnya. Apabila guru sekedar mengikuti atau
melaksanakan pembelajaran dengan berpatokan pada kegiatan-kegiatan pembelajaran
pada buku-buku tersebut, pendidikan karakter secara memadai belum berjalan.
Oleh karena itu, sejalan dengan apa-apa yang telah dirancang pada silabus dan
RPP yang berwawasan pendidikan karakter, bahan ajar perlu diadaptasi. Adaptasi
yang paling mungkin dilaksanakan oleh guru adalah dengan cara menambah
kegiatan pembelajaran yang sekaligus dapat mengembangkan karakter. Cara lainnya
adalah dengan mengadaptasi atau mengubah kegiatan belajar pada buku ajar
yang dipakai.
Sebuah kegiatan belajar (task),
baik secara eksplisit atau implisit terbentuk atas enam komponen.
Komponen-komponen yang dimaksud adalah:
2.
Input
3.
Aktivitas
4. Setting
5.
Peran guru
6.
Peran peserta didik
Dengan demikian,
perubahan/adaptasi kegiatan belajar yang dimaksud menyangkut perubahan pada
komponen-komponen tersebut.
Secara umum, kegiatan belajar
yang potensial dapat mengembangkan karakter peserta didik memenuhi
prinsip-prinsip atau kriteria berikut.
1.
Tujuan
Dalam hal tujuan, kegiatan
belajar yang menanamkan nilai adalah apabila tujuan kegiatan tersebut tidak
hanya berorientasi pada pengetahuan, tetapi juga sikap. Oleh karenanya, guru
perlu menambah orientasi tujuan setiap atau sejumlah kegiatan belajar dengan
pencapaian sikap atau nilai tertentu, misalnya kejujuran, rasa percaya diri,
kerja keras, ketabahan, kesabaran, saling menghargai, dan sebagainya.
2.
Input
Input dapat didefinisikan
sebagai bahan/rujukan bagi peserta didik sebagai titik tolak dilaksanakan
aktivitas belajar. Input tersebut dapat berupa teks lisan maupun tertulis,
grafik, diagram, gambar, model, charta, benda sesungguhnya, film, dan
sebagainya. Input yang dapat memperkenalkan nilai-nilai adalah yang tidak hanya
menyajikan subject matter, tetapi
yang juga menguraikan nilai-nilai yang terkait dengan subject matter tersebut.
3.
Aktivitas
Aktivitas belajar adalah apa
yang dilakukan oleh peserta didik (bersama dan/atau tanpa guru) dengan input
belajar untuk mencapai tujuan belajar. Aktivitas belajar yang dapat membantu
peserta didik menginternalisasi nilai-nilai adalah aktivitas-aktivitas yang
antara lain mendorong terjadinya autonomous
learning dan bersifat learner-centered.
Pembelajaran yang memfasilitasi autonomous
learning dan berpusat pada siswa secara otomatis akan membantu siswa
memperoleh banyak nilai. Contoh-contoh aktivitas belajar yang memiliki
sifat-sifat demikian antara lain diskusi, eksperimen, pengamatan/observasi,
debat, presentasi oleh siswa, dan mengerjakan
proyek.
4. Setting
Setting
berkaitan dengan kapan dan di mana kegiatan dilaksanakan, berapa lama, apakah
secara individu, berpasangan, atau dalam kelompok. Masing-masing setting berimplikasi terhadap
nilai-nilai yang terdidik. Setting
waktu penyelesaian tugas yang pendek (sedikit), misalnya akan menjadikan
peserta didik terbiasa kerja dengan cepat sehingga menghargai waktu dengan
baik. Sementara itu kerja kelompok dapat menjadikan siswa memperoleh kemampuan
bekerjasama, saling menghargai, dan lain-lain.
5.
Peran guru
Peran guru dalam kegiatan
belajar pada buku ajar biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit. Pernyataan
eksplisit peran guru pada umumnya ditulis pada buku petunjuk guru. Karena
cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan inferensi terhadap
peran guru pada kebanyakan kegiatan pembelajaran apabila buku guru tidak
tersedia.
Peran guru yang memfasilitasi
diinternalisasinya nilai-nilai oleh siswa antara lain guru sebagai fasilitator,
motivator, partisipan, dan pemberi umpan balik. Mengutip ajaran Ki Hajar
Dewantara, guru yang dengan efektif dan efisien mengembangkan karakter siswa
adalah mereka yang ing ngarsa sung
tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
6.
Peran peserta didik
Seperti halnya dengan peran
guru dalam kegiatan belajar pada buku ajar, peran siswa biasanya tidak
dinyatakan secara eksplisit juga. Pernyataan eksplisit peran siswa pada umumnya
ditulis pada buku petunjuk guru. Karena cenderung dinyatakan secara implisit,
guru perlu melakukan inferensi terhadap peran siswa pada kebanyakan kegiatan
pembelajaran.
Agar peserta didik
terfasilitasi dalam mengenal, menjadi peduli, dan menginternalisasi karakter,
peserta didik harus diberi peran aktif dalam pembelajaran. Peran-peran tersebut
antara lain sebagai partisipan diskusi, pelaku eksperimen, penyaji hasil-hasil
diskusi dan eksperimen, pelaksana proyek, dsb.
Contoh bahan ajar yang
mengintegrasikan pendidikan karakter dapat dilihat pada Lampiran 3.
B.
Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan
dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang
ditargetkan. Sebagaimana disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching and Learning disarankan diaplikasikan pada
semua tahapan pembelajaran karena prinsip-prinsip pembelajaran tersebut
sekaligus dapat memfasilitasi terinternalisasinya nilai-nilai. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses
pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik. Diagram
2.1 berikut menggambarkan penanaman karakter melalui pelaksanaan pembelajaran.
Diagram 2.1: Penanaman Karakter melalui Pelaksanaan Pembelajaran
1. Pendahuluan
Berdasarkan
Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
a.
menyiapkan
peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b.
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang
akan dipelajari;
c.
menjelaskan
tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan
d.
menyampaikan
cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Ada sejumlah cara yang dapat
dilakukan untuk mengenalkan nilai, membangun kepedulian akan nilai, dan
membantu internalisasi nilai atau karakter pada tahap pembelajaran ini. Berikut
adalah beberapa contoh.
a.
Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
b.
Guru mengucapkan salam dengan
ramah kepada siswa ketika memasuki ruang kelas (contoh nilai yang ditanamkan: santun, peduli)
c.
Berdoa sebelum membuka
pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: religius)
d.
Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin,
rajin)
e.
Mendoakan siswa yang tidak
hadir karena sakit atau karena halangan lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: religius, peduli)
f.
Memastikan bahwa setiap siswa
datang tepat waktu (contoh nilai yang
ditanamkan: disiplin)
g.
Menegur siswa yang terlambat
dengan sopan (contoh nilai yang
ditanamkan: disiplin, santun,
peduli)
h.
Mengaitkan materi/kompetensi
yang akan dipelajari dengan karakter
i.
Dengan merujuk pada silabus,
RPP, dan bahan ajar, menyampaikan butir karakter yang hendak dikembangkan
selain yang terkait dengan SK/KD
2.
Inti
Berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007, kegiatan inti pembelajaran terbagi
atas tiga tahap, yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa pada tahap eksplorasi peserta didik difasilitasi untuk
memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap melalui kegiatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pada tahap elaborasi, peserta didik
diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta sikap lebih
lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya
sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik lebih luas dan
dalam. Pada tahap konfirmasi, peserta didik memperoleh umpan balik atas
kebenaran, kelayakan, atau keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang diperoleh oleh siswa.
Berikut beberapa ciri proses
pembelajaran pada tahap eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang potensial
dapat membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai yang diambil dari Standar
Proses.
a.
Eksplorasi
1)
Melibatkan
peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi
yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar
dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif,
kerjasama)
2)
Menggunakan
beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan:
kreatif, kerja
keras)
3)
Memfasilitasi
terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling
menghargai, peduli lingkungan)
4)
Melibatkan
peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan:
rasa percaya diri, mandiri)
5)
Memfasilitasi
peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan:
mandiri, kerjasama, kerja keras)
b.
Elaborasi
1)
Membiasakan
peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang
bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
2)
Memfasilitasi
peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan
gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya
diri, kritis, saling menghargai, santun)
3)
Memberi
kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak
tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
4)
Memfasilitasi
peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama,
saling menghargai, tanggung jawab)
5)
Memfasilitasi
peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan:
jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
6)
Memfasilitasi
peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis,
secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling
menghargai, mandiri, kerjasama)
7)
Memfasilitasi
peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan:
percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
8)
Memfasilitasi
peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang
dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri,
kerjasama)
9)
Memfasilitasi
peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya
diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri,
kerjasama)
c.
Konfirmasi
1)
Memberikan
umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun
hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai,
percaya diri, santun, kritis, logis)
2)
Memberikan
konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui
berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
3)
Memfasilitasi
peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah
dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
4)
Memfasilitasi
peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan sikap, antara lain dengan guru:
a)
berfungsi
sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang
menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
b)
membantu
menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
c)
memberi
acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan:
kritis);
d)
memberi
informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
e)
memberikan
motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
3.
Penutup
Dalam
kegiatan penutup, guru:
a.
bersama-sama
dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan:
mandiri, kerjasama, kritis, logis);
b.
melakukan
penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten
dan terprogram (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, mengetahui kelebihan dan
kekurangan);
c.
memberikan
umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai,
percaya diri, santun, kritis, logis);
d.
merencanakan
kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan,
layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan
e.
menyampaikan
rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar internalisasi nilai-nilai terjadi dengan lebih intensif
selama tahap penutup.
a.
Selain simpulan yang terkait
dengan aspek pengetahuan, agar peserta didik difasilitasi membuat pelajaran
moral yang berharga yang dipetik dari pengetahuan/keterampilan dan/atau proses
pembelajaran yang telah dilaluinya untuk memperoleh pengetahuan dan/atau
keterampilan pada pelajaran tersebut.
b.
Penilaian tidak hanya mengukur
pencapaian siswa dalam pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pada
perkembangan karakter mereka.
c.
Umpan balik baik yang terkait
dengan produk maupun proses, harus menyangkut baik kompetensi
maupun karakter, dan dimulai dengan aspek-aspek positif yang ditunjukkan oleh
siswa.
d.
Karya-karya siswa dipajang
untuk mengembangkan sikap saling menghargai karya orang lain dan rasa percaya
diri.
e.
Kegiatan
tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan
konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok
diberikan dalam rangka tidak hanya terkait dengan pengembangan kemampuan
intelektual, tetapi juga kepribadian.
f.
Berdoa
pada akhir pelajaran.
Ada beberapa hal lain yang
perlu dilakukan oleh guru untuk mendorong dipraktikkannya nilai-nilai. Pertama,
guru harus merupakan seorang model dalam karakter. Dari awal hingga akhir
pelajaran, tutur kata, sikap, dan perbuatan guru harus merupakan cerminan dari
nilai-nilai karakter yang hendak ditanamkannya.
Kedua, pemberian reward kepada siswa yang menunjukkan
karakter yang dikehendaki dan pemberian punishment
kepada mereka yang berperilaku dengan karakter yang tidak dikehendaki. Reward dan punishment yang dimaksud dapat berupa ungkapan verbal dan non
verbal, kartu ucapan selamat (misalnya classroom
award) atau catatan peringatan, dan sebagainya. Untuk itu guru harus
menjadi pengamat yang baik bagi setiap siswanya selama proses pembelajaran.
Ketiga, harus dihindari
olok-olok ketika ada siswa yang datang terlambat atau menjawab pertanyaan
dan/atau berpendapat kurang tepat/relevan. Pada sejumlah sekolah ada kebiasaan
diucapkan ungkapan Hoo … oleh siswa
secara serempak saat ada teman mereka yang terlambat dan/atau menjawab
pertanyaan atau bergagasan kurang berterima. Kebiasaan tersebut harus dijauhi
untuk menumbuhkembangkan sikap bertanggung
jawab, empati, kritis, kreatif, inovatif, rasa
percaya diri, dan sebagainya.
Selain itu, setiap kali guru
memberi umpan balik dan/atau penilaian kepada siswa, guru harus mulai dari
aspek-aspek positif atau sisi-sisi yang telah kuat/baik pada pendapat, karya,
dan/atau sikap siswa. Guru memulainya dengan memberi penghargaan pada hal-hal yang
telah baik dengan ungkapan verbal dan/atau non-verbal dan baru kemudian
menunjukkan kekurangan-kekurangannya dengan ‘hati’. Dengan cara ini sikap-sikap
saling menghargai dan menghormati, kritis, kreatif, percaya diri, santun, dan
sebagainya akan tumbuh subur.
C.
Evaluasi Pencapaian Belajar
Pada dasarnya authentic
assessment diaplikasikan. Teknik dan instrumen penilaian yang dipilih dan dilaksanakan tidak hanya mengukur
pencapaian akademik/kognitif siswa, tetapi juga mengukur perkembangan kepribadian siswa. Bahkan
perlu diupayakan bahwa teknik penilaian yang diaplikasikan mengembangkan
kepribadian siswa sekaligus.
Pedoman penilaian untuk lima
kelompok mata pelajaran yang diterbitkan oleh BSNP (2007) menyebutkan bahwa
sejumlah teknik penilaian dianjurkan untuk dipakai oleh guru menurut kebutuhan.
Tabel 2.1 menyajikan teknik-teknik penilaian yang dimaksud dengan bentuk-bentuk
instrumen yang dapat dikembangkan oleh guru.
Di antara teknik-teknik
penilaian tersebut, beberapa dapat digunakan untuk menilai pencapaian peserta
didik baik dalam hal pencapaian akademik maupun kepribadian. Teknik-teknik
tersebut terutama observasi (dengan lembar observasi/lembar pengamatan),
penilaian diri (dengan lembar penilaian diri/kuesioner), dan penilaian
antarteman (lembar penilaian antarteman).
Tabel 2.1. Teknik dan bentuk instrumen penilaian
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Tes Tertulis
|
· Pilihan ganda
· Benar-salah
· Menjodohkan
· Pilihan singkat
· Uraian
|
Tes Lisan
|
· Daftar pertanyaan
|
Tes Kinerja
|
· Tes tulis keterampilan
· Tes identifikasi
· Tes simulasi
· Tes uji petik kerja
|
Penugasan individual atau kelompok
|
·
Pekerjaan
rumah
· Proyek
|
Observasi
|
· Lembar observasi/lembar pengamatan
|
Penilaian portofolio
|
· Lembar penilaian portofolio
|
Jurnal
|
· Buku catatan jurnal
|
Penilaian diri
|
· Lembar penilaian diri/kuesioner
|
Penilaian antarteman
|
· Lembar penilaian antarteman
|
Berikut adalah contoh
instrumen (penilaian diri) yang dapat dipakai, diadaptasi, dan dikembangkan
lebih lanjut oleh sekolah dalam melakukan penilaian.
How much do you improve in the following aspects after
learning the materials in this unit? Put a tick (√) in the appropriate box.
No.
|
Aspect
|
Very Much
|
Much
|
Little
|
1.
|
Asking for opinions
|
|
|
|
2.
|
Giving opinions
|
|
|
|
3.
|
Asking about facts
|
|
|
|
4.
|
Giving facts
|
|
|
|
5.
|
Patience
|
|
|
|
6.
|
Independence
|
|
|
|
7.
|
Confidence
|
|
|
|
8.
|
… .
|
|
|
|
D.
Tindak Lanjut Pembelajaran
Tugas-tugas penguatan (terutama
pengayaan) diberikan untuk memfasilitasi peserta didik belajar lebih lanjut
tentang kompetensi yang sudah dipelajari dan internalisasi nilai lebih lanjut.
Tugas-tugas tersebut antara lain dapat berupa PR yang dikerjakan secara
individu dan/atau kelompok baik yang dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang
singkat ataupun panjang (lama) yang berupa proyek. Tugas-tugas tersebut selain
dapat meningkatkan penguasaan yang ditargetkan, juga menanamkan nilai-nilai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
b